• Home
  • About
Email

Not all those who wander is lost

Lagi-lagi dikasih mimpi absurd banget. Kayaknya gara-gara ketiduran terus blm sholat Isya :(

Jadi di mimpi gue kali ini, gue lagi jalan-jalan ke puncak bareng 3 kakak kelas gue (Deny, Bahir dan Ratih-padahal siapa juga gak kenal). Pada saat sampai di pintu masuk, seluruh barang berharga harus dititipkan kecuali handphone dan dompet. Setelah berjalan untuk mencari penginapan, semua penginapan penuh dan tidak ada satu pun yang tempat yang bisa diminta untuk menumpang tidur. Kemudian kami melihat ada seseorang yang sedang menghangatkan arang lalu menaruh kayu di atasnya untuk tidur. Akhirnya kami melakukan hal yang sama. Saat sedang tidur terlelap, tiba-tiba semua orang berhamburan keluar dari tempat wisata tersebut dengan berteriak
 
    "Lari! akan ada bencana!". 

Tanpa tahu akan ada bencana apa, Saya dan Kak Ratih bangun dan melihat Deny dan Bahir telah pergi dan membawa mobil bersama mereka. Akhirnya tinggal kami berdua. Tanpa sempat marah dengan mereka, kami pun ikut pergi keluar dari tempat wisata. Sambil tergesa-gesa mengikuti rombongan orang keluar, terlihat semua penginapan yang tadinya penuh sudah dipasang tulisan 'DIJUAL' semua, seakan-akan tidak mau meninggalkan hartanya tanpa jaminan. Saat sudah sampai di gerbang pintu masuk, Kak Ratih ingat bahwa laptopnya dititipkan di tempat penitipan sementara kartu untuk menukar barangnya tertinggal di mobil. Alhasil laptopnya tidak bisa di ambil. Lalu Kak Ratih berkata kepadaku 
    
"duluan aja Ran, aku mau urus dulu laptopku karena kalau tidak dibawa aku tidak bisa kerja."

Aku sempat bimbang sesaat tapi aku teringat keluarga di rumah pasti khawatir apabila aku tidak mengabari terlalu lama karna aku yakin mereka akan melihat berita bencana ini di TV. Aku pun pergi namun kebingungan harus mengendarai apa. 

Ditengah hiruk-pikuk manusia berlarian, aku melihat ada ibu yang menggendong balita menaiki motor hendak parkir dengan tenang. Maka aku bertanya kepada ibu itu apakah akan pergi keluar dari tempat ini? maka ibu itu berkata "iya", aku pun menanyakan apa aku boleh ikut bersamanya, dan dia mengangguk. Saat itu aku sangat bersyukur, justru malah orang yang sama sekali tidak aku kenal rela membantu, sementara teman yang aku kenal justru meninggalkan disaat sulit.

Perjalanan mimpiku tidak sampai di situ saja. saat kami sedang dalam perjalanan, perjalanan kami harus terhenti karena tiba-tiba ada serbuan belalang terbang. Kami pun berteduh di tempat yang aman di dekat rumah warga. Sambil berbincang dengan peneduh lain, kami menemukan ada satu belalang yang tertinggal ternyata karena kelelahan atau hampir mati karena warnanya sangat pucat. Setelah memperhatikan lebih seksama, ternyata kaki belakang belalang tersebut patah dan kami pikir tidak ada harapan untuk binatang tersebut melanjutkan perjalanan. 

Selang beberapa waktu saat kerumunan belalang sudah akan pergi, kami melihat air disekitar rumah warga termasuk parit menjadi jernih dan kebiruan, seperti Allah mengirimkan belalang untuk membuat air menjadi jernih. Masya Allah. Kemudian kami mencoba memberi minum belalang tersebut dengan air yang jernih tadi. Ternyata perlahan warna belalang yang tadinya pucat menjadi cerah dan dia mampu berdiri walaupun hanya dengan kaki depan. Kami pun meninggalkannya di tanah agar dia bisa bergabung dengan kawanannya yang lain. Melihat kelegaan tersebut. Akhirnya kami melanjutkan perjalanan dan sampai ke rumah.
Share
Tweet
No Komentar
Sebagai seorang perempuan, seringkali banyak omongan jika perempuan tidak seharusnya memiliki karir atau pendidikan terlalu tinggi. Banyak yang beranggapan bahwa perempuan harus memprioritaskan rumah tangga dan peran menjadi Ibu dibandingkan karir. Gue gak sepenuhnya setuju dengan anggapan ini. Well, gue yakin perempuan diciptakan memang sebagai Ibu, thats why fungsi biologis kita terbentuk. Tapi untuk berkarir atau berpendidikan tinggi itu menurut gue adalah salah satu pilihan yang bisa diambil disamping menjadi seorang Ibu. 

Sebelumnya gue pernah bekerja di satu perusahaan FnB yang dimana hampir semua karyawannya hanya lulusan SMA. Sementara sistem kerja perusahaan yang dimiliki ini menganut sistem kontrak dan tidak ada kejelasan terhadap jaminan kerja dalam waktu yang lama. Ketika sudah habis kontrak, mereka tidak tahu harus kerja dimana, karena tidak kunjung ada panggilan kerja. Mereka pun tidak punya skill yang mumpuni dan hal itu tidak membuat perusahaan melirik cv mereka.

Menurut gue kenapa pendidikan itu penting untuk perempuan, (pendidikan disini tidak harus bersekolah formal, tapi bisa juga dengan punya skill misalnya saja mengikuti kursus yang bersertifikat) karna dengan kita mempunyai pendidikan yang semakin tinggi, maka kita akan punya banyak pilihan dalam hidup. Misalnya aja, ketika kita gagal dalam berumah tangga, sementara kita tidak bekerja, maka kita akan tau bisa melakukan apa dengan pintar dan tidak gegabah. Atau ketika passion kita memang menjadi ibu rumah tangga, kita akan bisa menjadi ibu rumah tangga yang lebih baik seperti menerapkan prinsip-prinsip manajemen, keuangan bahkan mungkin pendidikan di keluarga kita. Otomatis secara tidak langsung, anak yang dididik dari ibu yang berpendidikan juga akan mempunyai cara berpikir yang lebih baik karena mendapat insight2 yang luas.

Perempuan juga penting untuk memiliki pengetahuan yang tinggi agar tidak diremehkan orang lain. Menurut gue, adanya mindset "perempuan bisa apa" "perempuan gak bisa jadi pemimpin" dan fenomena cat calling ke perempuan juga dikarenakan perempuan itu sendiri yang tidak membangun pribadi yang layak dihargai. Beda cerita dengan kita melihat ada perempuan-perempuan tangguh di luar sana yang dia berani mempertahankan prinsip, pasti orang lain juga akan mikir dua kali untuk mencoba merendahkan dia. Jadi kita sebagai perempuan ketika kita mempunya lebih banyak ilmu, kita tidak serta merta harus pasrah karena tidak punya banyak opsi dalam hidup.

Opsi ini juga menurut gue berhubungan dengan apakah kita bisa menemukan jati diri dengan lebih dini atau tidak. Jaman milenial kayak sekarang pasti sering banget denger quarter life crisis, dibandingkan dengan jaman dulu lebih sering mid-life crisis. Kenapa berubah? karna generasi dulu tidak memiliki banyak opsi untuk menjalani hidup seperti apa. Berbeda dengan jaman sekarang yang serba canggih dan pilihan karir sangatlah beragam. Sehingga banyak genereasi sekarang yang lebih banyak kebingungan ketika sudah menyelesaikan pendidikan sekolah atau kuliah.

Menurut gue hal ini bisa menjadi fenomena yang positif, karna ketika lingkungan semakin memaksa kita untuk lebih produktif, maka kita akan otomatis berpikir keras bagaimana caranya kita tetap survive dan sukses lebih awal.

Itu aja sih mungkin yang bisa gue bagi, pesan gue untuk seluruh perempuan. Ketika kalian menolak untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, inget satu hal, ketika nantinya kalian putus asa karena tidak punya banyak pilihan dan hanya bisa pasrah, jangan protes, karna itu adalah keputusan yang dulu pernah di ambil sewaktu muda.
Share
Tweet
No Komentar
"Ma, dua tahun lagi pensiun ya?"
"Iya kenapa emang dek?"
"Gak ada persiapan gitu ma mau ngapain setelah pensiun?"
"Ya di rumah, masa kerja terus"
"Ya hobi gitu biar gak bosen"
"Hobi apa, masak udah capek gak kuat"
"Kalo ntar duit tiba2 pas2an gimana?"
"Ya mungkin nanti jual rumah, terus beli rumah di kampung terus berkebun/sawah"
"Gak disiapin aja dari sekarang?"
"Ya nanti aja kalo udah mepet"
"Terus nanti aku juga akan mengalami fase yang sama?"
"Ya gimana lagi itu udah siklus hidup"


Dalam hati gue memberontak. Apakah hidup sepasrah itu tinggal jalanin apa yang sudah digariskan? apakah gak ada pilihan buat setelah pensiun kita bener2 nikmatin hasil kerja keras berpuluh2 tahun dan biarin duit bekerja untuk kita bukan kita yang bekerja untuk duit. Jujur gue seringkali berbeda pendapat sama nyokap terutama masalah perspektif melihat hidup. Orang tua gue ini termasuk sangat konservatif dan cenderung sangat menghindari resiko dalam hidup. Ya gak salah karna semua orang pasti pengen punya jaminan agar hidup kita gak terusik seperti terlilit hutang, dibohongin orang, dan lain hal. Disini bukan berarti gue menjelek2an orang tua gue, tp gue berusaha menarik benang merah mana mindset2 yang gue nilai sehat dan mana yang tidak sehat. Gue sangat menghargai nyokap gue karna apapun keputusan yang dia ambil adalah keputusan yang sudah dipikirkan sangat matang sehingga tidak ada penyesalan sama sekali.

Gue sempet bertanya terkait pendapat nyokap gue jika gue mencoba investasi seperti reksadana yang sejauh gue melihat memang beresiko namun resikonya lebih kecil dibanding investasi saham. Dan nyokap gue bilang jangan. Nanti diboonginlah, rugilah dll. Intinya investasi yang menurut nyokap gue aman paling investasi emas dan properti. Yang jelas2 pasti akan mengalami kenaikan value.

Disamping gue bercerita tentang saham nih, orang tua gue juga sangat sentimen dengan "satu ras tertentu" yang gue gak mau blak2an jelasin karna agak non sense juga kenapa suatu suku tertentu bisa diberi label seakan-akan negatif. Oke, suku tertentu itu mayoritas kaya raya. Oke, suku tertentu itu mengutamakan kekayaannya hanya untuk suku mereka saja. Oke, memang kenyataannya suku tersebut terlihat lebih berhasil dari pribumi istilahnya. Tapi harusnya kita juga bertanya-tanya, kenapa mereka bisa lebih kaya dan berhasil daripada pribumi? apa yang salah? apakah memang tidak bisa kaum pribumi mengalahkan mereka?

Melihat mindset yang terus dipupuk di keluarga gue, mungkin jawabannya akan tidak. Kita atau mungkin 7 generasi kita yang akan datang gak mungkin bisa melewati mereka atau hanya sejajar. Apakah lantas gue harus menerima nasib gue aja kayak gini? jadi karyawan, secure secara finansial karna sudah ada tunjangan pensiun dan lain hal, tinggal tunggu nikah, tunggu pensiun, kemudian meninggal, kemudian anak gue bakal start mengumpulkan duit dari awal lagi untuk akhirnya menjalani siklus hidup yang sama dengan apa yang orang tua dan leluhurnya jalani.

Gue lagi seneng banget dengerin podcast2 yang berisi anak2 muda yang sukses dari wirausaha. Podcast yang sangat gue sarankan untuk didengerin yaitu MaknaTalks dan Finfolk. Kalau MaknaTalks ini sebenernya masih campur aduk dari pengalaman orang yang berhasil dari segala bidang, entah itu wirausaha, komedian, maupun musik. Nah kalo Finfolk ini bener-bener pure isinya orang-orang yang mendalami usaha maupun investment. Di Finfolk ini ada satu episode yang bikin nampar banget, ada satu entrepreneur yang udah berhasil, kurang lebih usianya sama kayak gue sekarang, sekitar 24-27 tahun lah. Tapi dia udah jadi bilioner bahkan udah pernah masuk Forbes under 30. Gila kan. Apa yang dia lakuin? well selain emang dia usaha, dia juga udah invest duitnya dari umur dia belasan. Dulu dia invest 10 juta pas umur belasan itu dan sekarang udah bermiliar-miliar. Gak kaget kenapa berkembang secepet itu karna nilai yang dia investasiin juga besar. Yang jadi pertanyaan adalah bagaimana dia bisa punya 10 juta diumur belasan tahun? well sebenernya di podcast gak diceritain ya, tapi let me guess ya mungkin duit orang tuanya. Rata2 dari kita biasanya memandang rendah orang yang hanya makan dari duit orang tuanya kan. Mungkin juga yang berniat invest itu sebenernya bukan dia, tp orang tuanya dengan memakai nama untuk penerima manfaatnya itu anaknya. Menurut gue itu mind blowing banget karna keputusan sudah sangat dipikirkan jauh-jauh hari sekali. 

Dari cerita itulah gue tergerak, kenapa ngga gue mikirinnya dari sekarang, daripada penghasilan tiap bulan gue simpen untuk beli rumah, nikah dll. Kenapa ngga sambil gue simpen, duitnya juga berkembang ya kan. Banyak orang mengkhawatirkan masalah ribanya, tapi kalo lo gak pernah nyoba, lo gak bakal tau. Dan ternyata setelah gue coba pun aplikasi2 investmen ini juga menyadari market Indonesia yang mayoritas muslim. Ternyata ada pilihan untuk investasi syariah. Lagi-lagi kalo kita belum pernah masuk ke suatu hal kita gak tau seberapa besar resikonya, dan resiko ini bisa kita kontrol dengan cara kita menguasai bidangnya. Nah apakah gue menguasai bidangnya? ngga sama sekali. Justru dengan gue belajar di suatu hal yang baru diluar dari bidang yang gue pahami, itu bakal balik lagi buat self-development. Yang ujung-ujungnya at least adalah investasi paling minimal yaitu memperkaya kemampuan diri sendiri. Jadi menurut gue nothing to lose. Mungkin gue gak akan sukses dari investment atau keputusan yang gue pilih sekarang, tp gue tetep mendapatkan gain dari ilmu yang gue dalami.

Gue juga mau cerita, karna di tengah situasi covid-19 yang lagi mewabah ini, banyak banget orang yang terpaksa dirumahkan alias menganggur karna majority of job itu melakukan pekerjaan direct dan secara fisik. Gue Alhamdulillah puji syukur kepada Allah karna gue sudah bekerja sebagai karyawan tetap di perusahaan yang sudah stable. Coba bayangin gue masih kerja di perusahaan bakery dimana semua gerainya harus tutup karna tidak ada mall yang buka. 

Walaupun begitu, gue tetep memikirkan kayaknya gue harus juga punya jaminan untuk penghasilan secara online, karna gue juga gak tau seiring perkembangan jaman, apakah perusahaan gue akan tetap bisa menghasilkan atau tidak. Gue sekarang lagi menggarap suatu ide bisnis, mungkin fasenya bakal lambat, tapi gue yakin dengan gue berani memulai pasti akan ada hasil yang akan gue dapatkan, at least balik lagi minimal self-development. Doakan ya semoga gue bisa mendapat partner bisnis yang sesuai dan ide ini bisa menjadi solusi untuk isu2 yang ada di masyarakat. Mungkin gue akan cerita mengenai apa bisnis yang lagi gue garap di post selanjutnya. See you!
Share
Tweet
No Komentar
Sometimes I feel like being an idealist is the wrong choice, I feel like I am out of the world, no one else feels like they can survive if you keep your truest faith. Is there any world which right for idealistic like me?

I just feel that we don't only mean to be live in this earth just to make money, fulfilling our belly and furthermore to get people attention or pride. Meanwhile, those who sacrifice their ego and following their heart to make the world be a better place to live, are suffering, they earn little, sometimes the good deeds even just for free. Sometimes they were being talked like people who don't have a stable job. Why do we have to live people's expectation? can we just choose our own path without manipulating the games?

I once have a friend who quit from a prestige company, he said that it is no use to make rich the company which already rich, why don't we make ourself useful to the society which needs our help, by empowering other people, for example, right?

I feel the same way at present. I feel like I don't belong here. The company culture is a way too different from my soul. Why am I forced to fake all the things just to satisfy the customer? I don't like either if I were them and I receive goods with manipulating thing in it.

Share
Tweet
No Komentar
As we already know, Indonesia is going to hold national election day in April 17th 2019. In this year election, I am becoming more excited than the one I did 5 years ago, which is on that day I was only in my first year in university. I watched so many video on youtube or even in television regarding which party is more better than another, which is doing what's right and wrong, and many hoax is spreading in the online news which I also make sure what information I get is already based on the facts, not only blackmailing another party.

After so many information is becoming euphoria on the internet, which makes me the most interesting to fulfill my thirst of the information who will be my decision in the election day is even coming from my family. Let me tell you some of my family backgrounds first. Our family is really ordinary, so ordinary until I can say my family is really plain. Which we never really had some serious problem or even serious excitement. That condition made me think that we are allergies for something so extreme. We are not used to getting something different than the usual. I ever talking to my mom about what she thought about my brother's girlfriend which she is minang (her race is padangnese). And she didn't really like the idea of it. She thought that padangnese girl is materialistic and only think about her family, not the spouse's family. I can't against a hundred percent of her opinion because it happens to my aunt. But after I gave my opinion which it is okay to have a girlfriend who is minang, as long as she is moslem and furthermore she is wearing hijab. But my mother respond is somewhat unexpected. My mom suddenly said that I shouldn't think like a liberal person. After hearing that kind of statement, I thought it really not acceptable.

Second opinion that I heard from also my mom first but I verified to my father too. I asked them who to choose on the election day. They only said 'just choose this party'. I respond to them like, 'Ok this party, but whom to choose? there are so many delegations there. But they can't even say a name. They only think they must choose at one party because of the vision this party made. But I can't accept that the vision of the party may be right but I can't believe in the individual. So many of politicians becoming corruptor, even they belong to the known and credible party.

So I became more and more interest in this kind of discussion, because if anyone asks me the same question and I say the same thing which my parents said. It is a loss for me. I will feel that I don't think this election as an important thing. This only happens once in five years. And if I underestimate my decision, I think I will fail as a good citizen and I don't even respect those genuine politicians who may be fighting for this election from scratch. If you read this writing, please I beg you to be a good citizen, at least you do know why you choose your decision on the election day.
Share
Tweet
No Komentar
Older Posts

Follow Me

  • facebook
  • twitter
  • instagram
  • youtube

Blog Archive

Created with by ThemeXpose . Distributed by Weblyb